Grup FB Fans Page
Google Yahoo
Berry Didit Yuliza Dedy Dwinda

Jumat, 29 April 2011

Sholat Rasulullah SAW beserta bacaannya

Bismillah. Banyak dari kita juga atau mu’alaf yang kebinggungan dalam melaksanakan, nah sobat sekalian mudah2n ini bermanfaat untuk sobat sekeyakinan…

 Berikut ini adalah panduan sholat sesuai sunnah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam, yang intinya bersumber dari buku pegangan populer  SIFAT SHOLAT NABI dari karya Syekh Nashiruddin Al Bani (Kitab Shifatu Shalaati an Nabiyyi Shallallahi ‘Alaihi wa Sallam min at-Takbiiri ilaa at Tasliimi Ka-annaka Taraahaa) yang dijadikan rujukan ahlus sunnah wal jamaah.  Beberapa perbedaan pendapat dari para ulama dalam bacaan dan gerakan sholat hendaknya dijadikan dorongan semangat bagi kita untuk mempelajari ilmu (agama) secara lebih jauh lagi melalui sumber-sumber yang sunnah dan dari ulama-ulama yang telah diakui kemurnian aqidahnya dan keilmuannya.
Untuk memudahkan membacanya, disarankan untuk meng-copy-paste  tulisan ini ke program microsoft words atau sejenisnya, lalu lebih baik lagi di print diatas kertas (sekitar 27 halaman).
MENGHADAP KA’BAH
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah, beliau menghadap Ka’bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabdanya kepada orang yang sholatnya salah:
“Bila engkau berdiri untuk sholat, sempurnakanlah wudhu’mu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah.”   (HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
Tentang hal ini telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:  “Kemana saja kamu menghadapkan muka, disana ada wajah Allah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal ini terjadi sebelum turunnya firman Allah:   “Kami telah melihat kamu menengadahkan kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian arah Masjidil Haram.” (QS. Al Baqarah : 144).
Setelah ayat ini turun beliau sholat menghadap Ka’bah.
Pada waktu sholat subuh kaum muslim yang tinggal di Quba’ kedatangan seorang utusan Rasulullah untuk menyampaikan berita, ujarnya,“Sesungguhnya semalam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap Ka’bah. Oleh karena itu, (hendaklah) kalian menghadap ke sana.” Pada saat itu mereka tengah menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam mereka memutar haluan sehingga ia mengimami mereka menghadap kiblat). (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Siraj, Thabrani, dan Ibnu Sa’ad. Baca Kitab Al Irwa’, hadits No. 290).
BERDIRI
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau sunnah (memulainya dengan) berdiri karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian, beliau melakukan sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
“Peliharalah semua sholat dan sholat wustha dan berdirilah dengan tenang karena Allah. Jika kamu dalam ketakutan, sholatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Jika kamu dalam keadaa aman, ingatlah kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan kepada kamu yang mana sebelumnya kamu tidak mengetahui (cara tersebut).” (QS. Al Baqarah : 238).
MENGHADAP SUTRAH 
Sutrah dalam sholat menjadi keharusan imam dan orang yang sholat sendirian, sekalipun di masjid besar, demikian pendapat Ibnu Hani’ dalam Kitab Masa’il, dari Imam Ahmad.  Adapun yang dapat dijadikan sutrah bisa terdiri dari berbagai benda, antara lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan tunggangan, pelana, tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding dan lain-lain yang semisalnya (misalnya orang yang sedang sholat atau sedang duduk di depan kita, tumpukan buku, kotak, tas, red), sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.  Dan hendaklah sutrah itu diletakkan tidak terlalu jauh dari tempat kita berdiri sholat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak antara beliau dengan pembatas di depannya 3 hasta.”  (HR. Bukhari dan Ahmad). 
Beliau mengatakan, “Pada suatu hari saya sholat tanpa memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan sholat di dalam masjid kami, Imam Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya, ‘Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!’ Kemudian aku memasang orang untuk menjadi sutrah.”
Syaikh Al Albani mengatakan, “Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang sholat di masjid besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang sutrah di depannya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:   “Janganlah kamu sholat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus memaksa lewat di depanmu, bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan.”  (HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik)).  Inti dari hadits ini menunjukkan pentingnya sutrah, sedangkan anjuran untuk membunuh akan dijelaskan kondisi dan persyaratannya dalam bab lain.
Beliau juga bersabda:
“Bila seseorang di antara kamu sholat menghadap sutrah, hendaklah dia mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya.”  (HR. Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah Dzahabi dan Nawawi).
NIAT
Niat berarti men-sengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata, serta menguatkannya dalam hati.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:  “Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya.”  (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no. 22).
Niat tidak dilafadzkan (tidak diucapkan baik di mulut ataupun di dalam hati)
Dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.  Abu Dawud bertanya kepada Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.” (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu’ al Fataawaa XXII/28).
AsSuyuthi berkata, “Yang termasuk perbuatan bid’ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir.”
Asy Syafi’i berkata, “Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal.” (Lihat al Amr bi al Itbaa’ wa al Nahy ‘an al Ibtidaa’).
(Ini semua berarti bahwa tidak diperbolehkannya mengucapkan niat semacam “Ushalli… dan seterusnya” sebelum sholat, red).   
GERAKAN DAN BACAAN SOLAT
TAKBIRATUL IHROM
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang itu:
“Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu’ dan melakukan wudhu’ sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar.”   (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu’mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom.”  (Muttafaqun ‘alaihi).
Takbirotul ihrom diucapkan dengan lisan
Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad Ibnu Rusyd berkata, “Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut.”
An Nawawi berkata, “…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz takbir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika ruku’, tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah…” beliau melanjutkan, “Demikianlah nash yang dikemukakan Syafi’i dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi’i berkata dalam al Umm, ‘Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.’.” (al Majmuu’ III/295).

0 komentar:

Posting Komentar

Syukron Jazilan ya Akhi/Ukhti Telah Berkomentar Di sini Dengan Baik dan Sopan ..
Ahlan wa Sahlan Fi Rohis 10..

 
Copyright © 2010 - All right reserved | designed by Berry Hardisakha | Published by Didit Rinjano
Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.

Selamat Datang di Rohis SMAN 10 Pekanbaru

Terimakasih telah mengunjungi web Ro-X. Web ini di buat dengan tujuan agar orang lain dapat mengetahui tentang agenda agenda kami. Kritik dan saran dari sahabat sangat kami harapakan agar web Ro-X dapat berkembang lebih baik lagi ^_^v Kami Adalah Mata Air Kebangkitan Islam

Sekilas Tentang Ro_X

Ro-X mempunyai Visi : (1). Menjadikan jiwa-jiwa yang beriman dan selalu bertaqwa kepada Allah SWT. (2). Menjadikan pemuda islam yang tangguh dan mempunyai nilai kompetensi yang tinggi. (3). Menyebarkan nilai-nilai islam melalui pribadi muslim yang tangguh. Sedangkan Misi Ro_X : Menjadikan Ro_X sebagai wadah untuk membentuk kepribadian siswa/i muslim yang baik dari segi spritual, emosional maupun intelektual Ro-X juga mempunyai agenda, antara lain : Mentoring, Mukhoyam, TDF (Training Da'wah Fardiyah), Rihlah/Hiking, Keputrian, Muharram Fair, Open House, Nasyid, Mading, Teater, LDK, Teafort dan Mabit.

Info